Adv
DPMPPKB
DPM-PPKB Aceh Utara Manfaatkan Fungsi Intervensi Spesifik dan Sensitif Turunkan Stunting
Kepala DPM-PPKB Aceh Utara, Fakhruradhi, SH, MH, menyebutkan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara memanfaatkan fungsi intervensi spesifik dan sensitive untuk menekan angka stunting.
Menurutnya, intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting, di antaranya seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan.
“Dinkes memiliki tanggung jawab atas intervensi spesifik ini, dengan penguatan kapasitas SDM mulai dari tenaga kesehatan, guru hingga perangkat desa agar bisa melakukan tindak lanjut dengan tepat saat menemui kasus di lapangan,” katanya di Lhokseumawe, Selasa (9/5/2023).
Dalam intervensi spesifik ini, kata Fakhruradhi, pemerintah terutama yang berada di bedang kesehatan harus melakukan strategi konvergensinya, dan harus diprioritaskan di setiap gampong untuk menangani persoalan stunting ini. Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjadi tiga kelompok yakni intervensi prioritas, intervensi pendukung dan intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memiliki dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran prioritas.
“Sementara intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan,” ucapnya.
Sedangkan Intervensi prioritas, menurut Fakhruradhi, merupakan intervensi sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana (program gizi darurat).
“Pembagian kelompok ini dimaksudkan sebagai panduan bagi pelaksanaan program intervensi gizi untuk menurunkan angka stunting, apabila terdapat keterbatasan sumber daya,” ujarnya.
Fakhruradhi menuturkan, kelompok sasaran dari pelaksanaan intervensi gizi spesifik ini adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak 0-23 bulan, remaja putri dan wanita usia subur, dan anak 24-59 bulan.
“Beberapa contoh program atau kegiatan yang dilakukan dalam intervensi spesifik adalah pemberian makanan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, promosi dan konseling menyusui, MPASI dan lain sebagainya,” terangnya.
Berbeda dengan intervensi spesifikk, menurutnya, intervensi gizi sensitif adalah strategi atau program yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar bidang kesehatan atau DInas Kesehatan. Misalnya, Dinas Pertanian dan pangan yang harus turut ambil andil menunjang penurunan stunting dengan melakukan ketahanan pangan di masyarakat.
“Konvergensi (dalam intervensi gizi sensitif) ini biasanya dipantau oleh pihak lainnya. Hal ini selalu ada laporannya yang bisa terus kita evaluasi bersama,” ujarnya.
Sasaran utama intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat, yang dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan.
“Jadi kegiatannya dilakukan dengan memperhatikan tugas dan fungsi berbagai sektor, tokoh masyarakat, LSM, mitra, sesuai dengan poksinya masing-masing tetapi tetap dengan sasaran yang sama. Intervensi ini dilakukan sesuai dengan target strategi dan sasarannya,” tuturnya.
Ia menambahkan, bahwa upaya pencegahan dan penuruna stunting ini harus di mulai dari hulu yaitu dengan cara edukasi dan sosialisai kepada kepada kepada kelompok sasaran yaitu remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang memiliki anak di bawah 2 tahun dan ibu yang memiliki anak balita dengan pemantauan rutin dan berkala.
“Maka peran dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah kita bentuk yang terdiri dari bidan, pkk dan kader kb sangat penting dalam memberikan sosialisasi, edukasi dan pendampingan kepada keluarga beresiko stunting, sehingga target nasional untuk penurunan stunting di 14 persen bisa tercapai,” pungkasnya. [Adv]
Menurutnya, intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting, di antaranya seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan.
“Dinkes memiliki tanggung jawab atas intervensi spesifik ini, dengan penguatan kapasitas SDM mulai dari tenaga kesehatan, guru hingga perangkat desa agar bisa melakukan tindak lanjut dengan tepat saat menemui kasus di lapangan,” katanya di Lhokseumawe, Selasa (9/5/2023).
Dalam intervensi spesifik ini, kata Fakhruradhi, pemerintah terutama yang berada di bedang kesehatan harus melakukan strategi konvergensinya, dan harus diprioritaskan di setiap gampong untuk menangani persoalan stunting ini. Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjadi tiga kelompok yakni intervensi prioritas, intervensi pendukung dan intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memiliki dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran prioritas.
“Sementara intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan,” ucapnya.
Sedangkan Intervensi prioritas, menurut Fakhruradhi, merupakan intervensi sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat bencana (program gizi darurat).
“Pembagian kelompok ini dimaksudkan sebagai panduan bagi pelaksanaan program intervensi gizi untuk menurunkan angka stunting, apabila terdapat keterbatasan sumber daya,” ujarnya.
Fakhruradhi menuturkan, kelompok sasaran dari pelaksanaan intervensi gizi spesifik ini adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak 0-23 bulan, remaja putri dan wanita usia subur, dan anak 24-59 bulan.
“Beberapa contoh program atau kegiatan yang dilakukan dalam intervensi spesifik adalah pemberian makanan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, promosi dan konseling menyusui, MPASI dan lain sebagainya,” terangnya.
Berbeda dengan intervensi spesifikk, menurutnya, intervensi gizi sensitif adalah strategi atau program yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar bidang kesehatan atau DInas Kesehatan. Misalnya, Dinas Pertanian dan pangan yang harus turut ambil andil menunjang penurunan stunting dengan melakukan ketahanan pangan di masyarakat.
“Konvergensi (dalam intervensi gizi sensitif) ini biasanya dipantau oleh pihak lainnya. Hal ini selalu ada laporannya yang bisa terus kita evaluasi bersama,” ujarnya.
Sasaran utama intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat, yang dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan.
“Jadi kegiatannya dilakukan dengan memperhatikan tugas dan fungsi berbagai sektor, tokoh masyarakat, LSM, mitra, sesuai dengan poksinya masing-masing tetapi tetap dengan sasaran yang sama. Intervensi ini dilakukan sesuai dengan target strategi dan sasarannya,” tuturnya.
Ia menambahkan, bahwa upaya pencegahan dan penuruna stunting ini harus di mulai dari hulu yaitu dengan cara edukasi dan sosialisai kepada kepada kepada kelompok sasaran yaitu remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang memiliki anak di bawah 2 tahun dan ibu yang memiliki anak balita dengan pemantauan rutin dan berkala.
“Maka peran dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah kita bentuk yang terdiri dari bidan, pkk dan kader kb sangat penting dalam memberikan sosialisasi, edukasi dan pendampingan kepada keluarga beresiko stunting, sehingga target nasional untuk penurunan stunting di 14 persen bisa tercapai,” pungkasnya. [Adv]
Via
Adv