Hukum
Kajari Bireuen Damaikan Kasus Penganiayaan dengan RJ
Kajari Bireuen H Munawal Hadi, SH, MH saat mendamaikan kasus penganiayaan dengan Restorative Justice (RJ) antara M dan MT, di Ruang Rapat Kajari setempat, Rabu (12/7/2023)/ Foto: for Kabaraceh.co |
KABAR ACEH | Bireuen- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi, S.H.,M.H didampingi Kasi Pidum Dedi Maryadi,S.H.,M.H serta Jaksa Fasilitator melakukan upaya penghentian penuntutan perkara penganiayaan berdasarkan Keadilan Restorative (Restorative Justice) atas nama tersangka (MT) dengan korban (M) di Ruang Rapat Kajari setempat, Rabu (12/7/2023).
Kajari Bireuen Munawal Hadi, mengungkapkan, kejadian penganiayaan tersebut pada awalnya disebabkan oleh tersangka (MT) yang melarang Korban (M) yang merupakan kakak tiri dari tersangka (MT) untuk menjenguk ibu kandung korban (M) yang sedang sakit dengan alasan korban (M) semasa ibu sakit tidak mengurusnya sehingga terjadilah adu mulut dan penganiayaan tersebut.
"Akibat perbuatannya tersebut tersangka disangka telah melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana yang menyebutkan "Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah". jelas Kajari.
Lanjut Kajari, adapun hasil yang dicapai dalam upaya proses perdamaian tersebut antara lain;
1. Tersangka dan korban menyetujui proses perdamaian yang ditawarkan penuntut umum selaku fasilitator, dan sepakat untuk melaksanakan pelaksanaan perdamaian pada hari Rabu tanggal 12 Juli 2023 bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen.
2. Hasil kesepakatan perdamaian yang telah disepakati oleh tersangka dan korban yaitu tersangka sepakat untuk memberikan biaya pengobatan kepada korban sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah).
3. Dalam hal tersangka tidak dapat melaksanakan kesepakatan perdamaian dalam jangka waktu 14 hari setelah pelimpahan tahap II, Penuntut Umum Selaku Fasilitator menyatakan proses perdamaian tidak berhasil dilaksanakan dalam nota pendapat dan laporan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen untuk persiapan pelimpahan perkara ke pengadilan.
"Penuntut Umum Selaku Fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta Tahapan Pelaksanaan Proses Perdamaian (Sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021) dan selanjutnya kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dengan menandatangani kesepakatan perdamaian," pungkas Kajari Bireuen Munawal Hadi. [SR]
Via
Hukum