Hukum
Terbanyak di Aceh, Kejari Bireuen Telah Tuntaskan 22 Perkara Melalui Restorative Justice
KABAR ACEH | Bireuen- Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr.Fadil zumhana menyetujui 3 (tiga) permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice (RJ) pada Kejari Bireuen.
JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, dan Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen memimpin ekspose secara virtual 3 perkara yang ditangani Kejari Bireuen.
Tiga (3) perkara tersebut terdiri dari 2 perkara penganiayaan dengan tersangka yang saling lapor yaitu tersangka (F), Perempuan/ 45 Tahun dan tersangka (M), Perempuan/ 31 Tahun, selanjutnya 1 perkara penadahan dengan tersangka (AM), Laki-laki/ 29 Tahun.
Terhadap tersangka (F) dan tersangka (M) disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) Kuhpidana dengan ancaman hukuman paling lama 2 tahun 8 bulan penjara, sementara terhadap tersangka (AM) disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) Kuhpidana dengan ancaman paling lama 4 tahun penjara.
Kejari Bireuen sampai dengan saat ini telah menyelesaikan sebanyak 22 perkara yang diselesaikan melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif/ restorative justice (RJ). Penghentian penuntutan yang dilakukan Kejari Bireuen sampai saat ini merupakan penghentian kasus terbanyak se-Kejaksaan Negeri yang ada di dalam wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain,
Syarat terpenuhi :
· Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
· Tindak pidana diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
· Telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka; dan
· Masyarakat merespon positif.
Kerangka berfikir keadilan restoratif antara lain dengan memperhatikan/ mempertimbangkan keadaan :
· Kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi;
· Penghindaran stigma negatif;
· Penghindaran pembalasan;
· Respon dan keharmonisan masyarakat;
· Ketertiban umum;
· Kategori dan ancaman tindak pidana tidak lebih dari 5 tahun;
· Kerugian atau akibat yang ditimbulkan telah pulih kembali seperti keadaan semula;
· Adanya perdamaian antara korban dan tersangka sehingga proses perdamaian dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. [Rel]
Via
Hukum