Parlementaria
Komisi I DPRA Gelar RDPU Raqan Tentang Penyiaran Aceh
BANDA ACEH -Komisi I DPRA menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh Tentang Penyiaran Aceh yang berlangsung di Gedung Utama Kantor DPRA, Kamis (9/11/2023).
RDPU tersebut dibuka dan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRA Iskandar Usman Al-Farlaky yang turut didampingi anggota Komisi I lainnya. Hadir dalam rapat RDPU tersebut dari KPI Aceh, Biro Hukum Setda Aceh, Lembaga Penyiaran di Aceh, Pimpinan perusahaan penyiaran di Aceh, Kominfo kabupaten/kota, perwakilan anggota DPRK, dan juga dari pihak akademisi.
Iskandar Usman AlFarlaky menyampaikan, didalam draf rancangan qanun ini ada beberapa masukan yang disampaikan oleh teman - teman lembaga penyiaran, baik itu menyangkut dengan presentase konten lokal Aceh kemudian siaran lokal Aceh yang wajib 30%.
Kemudian menyangkut dengan peran pemerintah mengenai dengan pembinaan lembaga penyiaran di Aceh, karena ini masih bersifat rancangan qanun maka apa yang disampaikan dalam RDPU kami mencatat dan menampung semua masukan - masukan yang disampaikan oleh para peserta RDPU, untuk kemudian kita lakukan penyelarasan kembali dalam rangka penyempurnaan.
Nantinya hasil masukan ini akan kami bahas kembali bersama dengan tim pembahas Biro Hukum Pemerintah Aceh karena ini masih tahap pembahasan di tingkat pertama. Setelah penyempurnaan baru kita melakukan fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri untuk dikeluarkan nomor register yang kemudian akan ditetapkan menjadi qanun Aceh.
"Kita juga masih membuka peluang bagi teman teman yang di daerah. Misalnya ada radio yang di kabupaten/kota tidak bisa hadir maka bisa menyampaikan pendapat dan saran secara tertulis melalui email Komisi I DPRA." terang Iskandar.
Dia menambahkan, semua item yang disampaikan oleh peserta itu akan menjadi catatan serius untuk diperhatikan oleh tim pembahas, nantinya akan dibahas secara seksama dan pasal mana yang menjadi catatan. Termasuk daftar inventaris masalah dari teman teman peserta akan masuk dalam pembahasan kita nantinya.
Iskandar meyakinkan akan menyelesaikan rancangan qanun ini di tahun 2023, artinya di November ini kita targetkan sudah bisa masuk nomor register ke Pemerintah Aceh, dan kemudian dilaporkan ke Mendagri.
Menjawab Keberatan Lembaga Penyiaran di Aceh dalam rapat tersebut Iskandar Usman sangat menyayangkan sikap lembaga penyiaran di Aceh yang "mogok" siaran.
Menurutnya, pihak lembaga penyiaran di Aceh tidak mendapatkan informasi yang utuh atau sekedar mendapat informasi sepenggal tentang Rancangan Qanun (Raqan) Penyiaran Aceh sehingga dianggap memberatkan dan merugikan pihak perusahaan penyiaran di Aceh.
"Padahal inikan sifatnya masih draf rancangan, disinilah kita menampung semua aspirasi pihak lembaga penyiaran tentang Raqan ini, prinsipnya kita membuat qanun ini bukan untuk menyulitkan atau untuk mematikan lembaga penyiaran seperti radio dan televisi, justru melalui qanun ini nantinya menjadi payung hukum pengusaha penyiaran kreatifitas apa yang ingin ditampilkan sehingga industri penyiaran ini menjadi bangkit kembali, tapi tidak boleh keluar dari konteks syariah dan budaya aceh " tegasnya dalam forum RDPU ini.
Akan tetapi lanjut Iskandar, kita membikin aturan bagaimana agar industri penyiaran ini bisa hidup dengan memperhatikan kebudayaan dan kekhususan dan kearifan lokal di Aceh karena ini sangat penting sekali bagi generasi muda yang akan datang.
Politisi Partai Aceh ini menambahkan, mengenai ada kritikan terkait dengan jumlah persentase, itu juga akan menjadi bahan pertimbangan bagi kita.
"ini masih belum bersifat final, kalau sebelum qanun ini bersifat final, kemudian diambil kesimpulan memberatkan lembaga penyiaran, itu saya kira kurang tepat, nah karena semua masih bisa di diskusikan. Maka di RDPU inilah forum diskusi resmi." pungkasnya.
Sementara itu Pelaksana Tugas Biro Hukum Setda Aceh M Junaidi mengatakan, semua masukan dari para peserta RDPU sudah dicatat dan nanti kita bedah semua satu persatu. Intinya Kita tidak ingin membuat sebuah aturan memberatkan, kita harapkan dengan adanya qanun ini nantinya Lembaga Penyiaran di Aceh bisa menjadi lebih baik. [D]
RDPU tersebut dibuka dan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRA Iskandar Usman Al-Farlaky yang turut didampingi anggota Komisi I lainnya. Hadir dalam rapat RDPU tersebut dari KPI Aceh, Biro Hukum Setda Aceh, Lembaga Penyiaran di Aceh, Pimpinan perusahaan penyiaran di Aceh, Kominfo kabupaten/kota, perwakilan anggota DPRK, dan juga dari pihak akademisi.
Iskandar Usman AlFarlaky menyampaikan, didalam draf rancangan qanun ini ada beberapa masukan yang disampaikan oleh teman - teman lembaga penyiaran, baik itu menyangkut dengan presentase konten lokal Aceh kemudian siaran lokal Aceh yang wajib 30%.
Kemudian menyangkut dengan peran pemerintah mengenai dengan pembinaan lembaga penyiaran di Aceh, karena ini masih bersifat rancangan qanun maka apa yang disampaikan dalam RDPU kami mencatat dan menampung semua masukan - masukan yang disampaikan oleh para peserta RDPU, untuk kemudian kita lakukan penyelarasan kembali dalam rangka penyempurnaan.
Nantinya hasil masukan ini akan kami bahas kembali bersama dengan tim pembahas Biro Hukum Pemerintah Aceh karena ini masih tahap pembahasan di tingkat pertama. Setelah penyempurnaan baru kita melakukan fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri untuk dikeluarkan nomor register yang kemudian akan ditetapkan menjadi qanun Aceh.
"Kita juga masih membuka peluang bagi teman teman yang di daerah. Misalnya ada radio yang di kabupaten/kota tidak bisa hadir maka bisa menyampaikan pendapat dan saran secara tertulis melalui email Komisi I DPRA." terang Iskandar.
Dia menambahkan, semua item yang disampaikan oleh peserta itu akan menjadi catatan serius untuk diperhatikan oleh tim pembahas, nantinya akan dibahas secara seksama dan pasal mana yang menjadi catatan. Termasuk daftar inventaris masalah dari teman teman peserta akan masuk dalam pembahasan kita nantinya.
Iskandar meyakinkan akan menyelesaikan rancangan qanun ini di tahun 2023, artinya di November ini kita targetkan sudah bisa masuk nomor register ke Pemerintah Aceh, dan kemudian dilaporkan ke Mendagri.
Menjawab Keberatan Lembaga Penyiaran di Aceh dalam rapat tersebut Iskandar Usman sangat menyayangkan sikap lembaga penyiaran di Aceh yang "mogok" siaran.
Menurutnya, pihak lembaga penyiaran di Aceh tidak mendapatkan informasi yang utuh atau sekedar mendapat informasi sepenggal tentang Rancangan Qanun (Raqan) Penyiaran Aceh sehingga dianggap memberatkan dan merugikan pihak perusahaan penyiaran di Aceh.
"Padahal inikan sifatnya masih draf rancangan, disinilah kita menampung semua aspirasi pihak lembaga penyiaran tentang Raqan ini, prinsipnya kita membuat qanun ini bukan untuk menyulitkan atau untuk mematikan lembaga penyiaran seperti radio dan televisi, justru melalui qanun ini nantinya menjadi payung hukum pengusaha penyiaran kreatifitas apa yang ingin ditampilkan sehingga industri penyiaran ini menjadi bangkit kembali, tapi tidak boleh keluar dari konteks syariah dan budaya aceh " tegasnya dalam forum RDPU ini.
Akan tetapi lanjut Iskandar, kita membikin aturan bagaimana agar industri penyiaran ini bisa hidup dengan memperhatikan kebudayaan dan kekhususan dan kearifan lokal di Aceh karena ini sangat penting sekali bagi generasi muda yang akan datang.
Politisi Partai Aceh ini menambahkan, mengenai ada kritikan terkait dengan jumlah persentase, itu juga akan menjadi bahan pertimbangan bagi kita.
"ini masih belum bersifat final, kalau sebelum qanun ini bersifat final, kemudian diambil kesimpulan memberatkan lembaga penyiaran, itu saya kira kurang tepat, nah karena semua masih bisa di diskusikan. Maka di RDPU inilah forum diskusi resmi." pungkasnya.
Sementara itu Pelaksana Tugas Biro Hukum Setda Aceh M Junaidi mengatakan, semua masukan dari para peserta RDPU sudah dicatat dan nanti kita bedah semua satu persatu. Intinya Kita tidak ingin membuat sebuah aturan memberatkan, kita harapkan dengan adanya qanun ini nantinya Lembaga Penyiaran di Aceh bisa menjadi lebih baik. [D]
Via
Parlementaria