Adv
Budpar
Ekbis
Wisata Religi yang Ramai Dikunjungi di Kepulauan Banyak Aceh Singkil
Kampung Lamo, sebuah pulau yang berada di ujung Pulau Tuanku, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil memiliki cerita unik dan sejarah yang panjang.
Lokasi ini, juga menjadi tempat pemakaman umum bagi warga. Tepatnya sekitar 25 meter dari bibir pantai. Setelah lebaran hari pertama, tempat ini menjadi ramai dikunjungi oleh warga dari dua kecamatan, yaitu kecamatan Pulau Banyak dan Pulau Banyak Barat.
Selain berziarah, warga juga memanfaatkan eksotisnya bibir pantai yang membentang sepanjang daratan Kampung Lamo ini. Apalagi lokasinya berhadapan langsung dengan dua pulau yang berukuran kecil yaitu Pulau Madangkati.
Tak heran jika memasuki hari berziarah, seluruh warga Kecamatan Pulau Banyak Barat yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan, berlomba-lomba untuk mengujungi lokasi itu, sebagian mereka pergi menggunakan perahu mesin dan ada juga yang berjalan kaki melewati semak belukar yang berlumpur hingga 50 menit, demi dapat berziarah.
Wisata sejarah ini merupakan fenomena dan aktifitas yang sudah lama dilakukan sebagian warga di ujung barat Pulau Sumatera ini. Berbeda dengan tempat wisata lain yang basisnya pemandangan alam, atau kenyamanan tertentu, wisata ziarah ini sangat unik. Mereka berziarah sekaligus berwisata, karena lokasi ziarah atau pemakaman tak jauh dari bibir pantai.
Biasanya di hari kedua lebaran, semua rumah penduduk di Kecamatan Pulau Banyak Barat sepi untuk menuju ke Kampung Lamo. Mereka ramai-ramai kesana secara bersama.
Tiba disana, warga membuat 'rumah dadakan' di pinggir pantai yang terbuat dari batang bambu dan kayu juga mushalla untuk kebutuhan salat zuhur dan ashar. Tempat itu digunakan oleh sanak familynya untuk bersantai habis berziarah.
Bibir pantai dibersihkan oleh warga, begitu juga pemakaman. Agar tampak bersih, meskipun tempat itu dijamah oleh warga hanya dua atau tiga kali dalam setahun.
Deretan perahu yang digunakan oleh warga berderet diujung lokasi ziarah. Sementara yang berjalan kaki, harus rela bergulat dengan lumpur untuk bisa tiba dilokasi. Kampung Lamo, bukan hanya sebatas ziarah dan wisata bagi warga, namun ajang silaturahmi terbesar antar warga Kepulauan Banyak.
Menurut Rifjan, Warga Pulau Banyak Barat Kampung Lamo dijadikan warga sebagai tempat pemakaman umum sudah sejak lama. Jadi jika ada yang meninggal, warga akan gotong royong untuk mengangkat jenazah ke Kampung Lamo dengan berjalan kaki hingga belasan kilometer.
Tidak ada infrastruktur yang mendukung misalnya seperti jalan dan lampu penerangan. Jika jalan darat, jalan yang sudah dibaluti dengan paving block hanya berjarak kurang lebih 300 meter. Selebihnya, jalan berlumpur dan rawa yang ditembus warga sembari mengangkat jenazah.
"Kadang ini menyulitkan kita untuk mengantar (Jenazah), harusnya ada jalan untuk bisa menembus kesana, inikan untuk publik, untuk pemakaman warga," ujarnya beberapa waktu lalu.
Karena rawa dan memiliki sungai selebar 20 meter yang tak jauh dari lokasi pemakaman, tempat ini juga diyakini sebagai habitat buaya muara yang memiliki moncong yang panjang dan berbadan besar dan panjang.
Meski begitu, lokasi ini memiliki panorama alam yang cukup bagus, garis lengkung bibir pantainya menambah kesan eksotis. Ditambah pemandangan matahari tenggelam yang berhadapan langsung dengan bibir pantai.
Untuk menuju ke lokasi ini, pengunjung harus berjalan kaki dari Kecamatan Pulau Banyak Barat selama 50 menit atau naik perahu mesin dengan estimasi perjalanan sekitar 20 menit. [Adv]
Lokasi ini, juga menjadi tempat pemakaman umum bagi warga. Tepatnya sekitar 25 meter dari bibir pantai. Setelah lebaran hari pertama, tempat ini menjadi ramai dikunjungi oleh warga dari dua kecamatan, yaitu kecamatan Pulau Banyak dan Pulau Banyak Barat.
Selain berziarah, warga juga memanfaatkan eksotisnya bibir pantai yang membentang sepanjang daratan Kampung Lamo ini. Apalagi lokasinya berhadapan langsung dengan dua pulau yang berukuran kecil yaitu Pulau Madangkati.
Tak heran jika memasuki hari berziarah, seluruh warga Kecamatan Pulau Banyak Barat yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan, berlomba-lomba untuk mengujungi lokasi itu, sebagian mereka pergi menggunakan perahu mesin dan ada juga yang berjalan kaki melewati semak belukar yang berlumpur hingga 50 menit, demi dapat berziarah.
Wisata sejarah ini merupakan fenomena dan aktifitas yang sudah lama dilakukan sebagian warga di ujung barat Pulau Sumatera ini. Berbeda dengan tempat wisata lain yang basisnya pemandangan alam, atau kenyamanan tertentu, wisata ziarah ini sangat unik. Mereka berziarah sekaligus berwisata, karena lokasi ziarah atau pemakaman tak jauh dari bibir pantai.
Biasanya di hari kedua lebaran, semua rumah penduduk di Kecamatan Pulau Banyak Barat sepi untuk menuju ke Kampung Lamo. Mereka ramai-ramai kesana secara bersama.
Tiba disana, warga membuat 'rumah dadakan' di pinggir pantai yang terbuat dari batang bambu dan kayu juga mushalla untuk kebutuhan salat zuhur dan ashar. Tempat itu digunakan oleh sanak familynya untuk bersantai habis berziarah.
Bibir pantai dibersihkan oleh warga, begitu juga pemakaman. Agar tampak bersih, meskipun tempat itu dijamah oleh warga hanya dua atau tiga kali dalam setahun.
Deretan perahu yang digunakan oleh warga berderet diujung lokasi ziarah. Sementara yang berjalan kaki, harus rela bergulat dengan lumpur untuk bisa tiba dilokasi. Kampung Lamo, bukan hanya sebatas ziarah dan wisata bagi warga, namun ajang silaturahmi terbesar antar warga Kepulauan Banyak.
Menurut Rifjan, Warga Pulau Banyak Barat Kampung Lamo dijadikan warga sebagai tempat pemakaman umum sudah sejak lama. Jadi jika ada yang meninggal, warga akan gotong royong untuk mengangkat jenazah ke Kampung Lamo dengan berjalan kaki hingga belasan kilometer.
Tidak ada infrastruktur yang mendukung misalnya seperti jalan dan lampu penerangan. Jika jalan darat, jalan yang sudah dibaluti dengan paving block hanya berjarak kurang lebih 300 meter. Selebihnya, jalan berlumpur dan rawa yang ditembus warga sembari mengangkat jenazah.
"Kadang ini menyulitkan kita untuk mengantar (Jenazah), harusnya ada jalan untuk bisa menembus kesana, inikan untuk publik, untuk pemakaman warga," ujarnya beberapa waktu lalu.
Karena rawa dan memiliki sungai selebar 20 meter yang tak jauh dari lokasi pemakaman, tempat ini juga diyakini sebagai habitat buaya muara yang memiliki moncong yang panjang dan berbadan besar dan panjang.
Meski begitu, lokasi ini memiliki panorama alam yang cukup bagus, garis lengkung bibir pantainya menambah kesan eksotis. Ditambah pemandangan matahari tenggelam yang berhadapan langsung dengan bibir pantai.
Untuk menuju ke lokasi ini, pengunjung harus berjalan kaki dari Kecamatan Pulau Banyak Barat selama 50 menit atau naik perahu mesin dengan estimasi perjalanan sekitar 20 menit. [Adv]
Via
Adv